“Danny! I love you!” teriak para penggemar Danny saat ia sedang melakukan sebuah konser musik di taman terbuka, di kota New York.
Danny Jo adalah penyanyi terkenal dari kota New York. Albumnya sudah terjual kemana-mana, mulai dari Eropa hingga asia. Para penggemarnya pun bermacam-macam, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua.
Setelah konser selesai, Danny kembali ke belakang panggung dan beristirahat. Tiba-tiba, salah seorang penggemarnya masuk dan membuatnya kaget.
“Danny, maaf mengagetkanmu, maukah kamu menandatangani CD ini?” mohon gadis itu. Danny memandangi gadis itu beberapa saat.
Bagaimana gadis ini bisa masuk ke sini? Padahal di luar sana penjagaannya pasti sangat ketat. Tapi kalau dilihat-lihat, gadis ini menarik! Bahkan hanya dengan kemeja merah, rok biru selutut dan rambut berwarna coklat terurai. Sederhana, tapi menarik! Pikir Danny.
“Baiklah. Siapa namamu?” Tanya Danny.
“Em .. Gu Sei Ho” Jawab gadis itu malu-malu.
“Kamu orang korea? Datang jauh-jauh kesini?!” Tanya Danny kaget.
“I .. Iya. Aku ingin bertemu denganmu.” Jawab gadis itu menunduk malu.
Danny memandangi gadis itu sekali lagi dan menandatangani CD yang diberikan gadis yang bernama Gu Sei Ho itu.
“Ini. Sudah aku tanda tangani. Apakah kamu mau bonus?” Tanya Danny tersenyum.
“Bonus?” Tanya gadis itu bingung.
“Kemarilah.” Ajak Danny.
Dengan langkah ragu-ragu, Gadis itu mendekati Danny. Danny mengeluarkan handphone dari kantong celananya, kemudian membuka menu camera.
“Mendekatlah. Aku akan memberikanmu fotoku denganmu sebagai bonus karena telah datang jauh-jauh kesini untuk menemuiku.” Kata Danny.
“Terimakasih banyak!” Sahut gadis itu sambil membungkukkan badan dalam-dalam.
“1 .. 2 .. 3 ... cheese!” Kata Danny.
Ckrik!
Setelah selesai berfoto Danny memandangi foto yang ada di handphonenya.
“Ini. Bawalah handphoneku. Cetaklah di dekat tempat penginapanmu. Besok sore aku ada konser di New York Mall. Datanglah dan kembalikan handphoneku.” Kata Danny.
Gadis itu melihat fotonya bersama Danny di handphone Danny. Kemudian ia menimbang-nimbang perkataan Danny. Setelah beberapa saat berpikir, ia mensetujuinya.
“Baiklah. Besok sore akan kukembalikan kepadamu.” Jawab gadis itu.
Saat akan berbalik, Danny memanggil gadis itu.
“Hei, Sei Ho, apakah kamu sudah makan siang?” Tanya Danny setelah berpikir beberapa saat.
“Eh .. Be, belum” jawab gadis itu gugup.
“Aku lapar. Maukah kamu menemaniku makan siang?” Tanya Danny.
“Eh, makan siang? Berdua?!” Tanya Gadis itu tak percaya.
“Tentu saja. Hanya kau dan aku. Anggap saja, ini bonus lain karena telah datang ke New York untuk menemuiku. Selain itu, anggap ini hadiah karena berhasil melewati panjagaan di depan sana” Kata Danny sambil melirik ke arah panggung.
“Kalau Danny-ssi yang meminta, baiklah. Terimakasih banyak karena mengajakku makan siang!” Jawab gadis itu dan membungkukkan badannya lagi.
Danny tersenyum.
Acara makan siang Danny dan gadis itu berjalan dengan baik, walaupun beberapa orang yang lewat melihat mereka dengan tatapan tak percaya.
Danny bertanya tentang kota asal gadis itu.
“Aku lahir di Seoul, Korea Selatan. Ah, apakah kau tahu tentang Seoul? Setidaknya tentang boyband atau girlbandnya? Ah iya! Beberapa waktu yang lalu diadakan konser musik SM Town di New York bukan? Acara itu menampilkan boyband dan girlband dari Seoul.” Jelas gadis itu bersemangat.
Danny mendengarkan setiap penjelasan gadis itu dan menjawab ketika gadis itu bertanya. Danny selalu tersenyum saat gadis itu menatap wajahnya.
Ternyata benar, gadis ini benar-benar menarik. Cara bicaranya, wajahnya, ekspresinya, bahkan topik yang ia bicarakan. Pikir Danny.
Setelah makanan yang mereka pesan habis, Danny meminta bill dan membayarnya. Gadis itu berterimakasih pada Danny karena telah mengajaknya makan siang.
“Sungguh, terimakasih banyak Danny-ssi. Padahal aku hanya berharap untuk mendapatkan tanda tanganmu, tetapi ini lebih dari yang aku bayangkan! Besok sore aku pasti akan datang mengembalikan handphonemu.” Janji gadis itu sambil tersenyum.
“Baiklah. Aku akan menunggumu di pintu masuk New York Mall.” Danny balas tersenyum.
Gadis itu pun pergi dan meninggalkan Danny sendiri. Beberapa saat Danny termenung dan memikir ulang kejadian barusan.
“Penggemar yang menarik. Bisa-bisanya ia pergi ke New York hanya untuk meminta tanda tanganku. Haha ..” Kata Danny pada dirinya sendiri.
Keesokan harinya, Danny masih terbayang gadis yang kemarin ia temui di belakang panggung. Ia memikirkan bahwa hari ini, ia dan gadis itu akan bertemu lagi. Danny menimbang-nimbang untuk mengajak gadis itu makan malam. Danny terus memikirkan gadis itu seharian. Bahkan saat konser musik di New York Mall berlangsung.
Setelah konser selesai, Danny menunggu gadis itu di pintu masuk New York Mall. Orang-orang yang berlalu lalang di depan Danny memandanginya dengan ekspresi takjub. Beberapa orang pun meminta tanda tangannya.
Setelah dua jam Danny berdiri di depan pintu masuk New York Mall, gadis yang ditunggu Danny tak kunjung datang. Danny menjadi gelisah. Ia berprasangka buruk pada gadis itu.
“Apakah dia tidak akan datang?” Danny berkata pada dirinya sendiri.
Danny menunggu gadis itu hingga malam. Danny pun menyerah dan pulang ke apartmentnya.
“Rasanya seperti orang bodoh. Memberikan handphone kepada orang yang tak di kenal. Menunggunya untuk mengembalikan. Dan ternyata … Dia tak datang!” Danny menggigit bibirnya keras-keras untuk mengendalikan emosinya.
Tiba-tiba, bel pintu kamar apartmentnya berbunyi. Danny mendesah dan berjalan untuk membukakan pintu. Sebelum membuka pintu, Danny menghembuskan udara keras-keras untuk menghilangkan emosinya.
“Iya, siapa?” Jawab Danny sambil membuka pintu.
Saat pintu terbuka, Danny kaget. Ia tidak menyangka bahwa ibunyalah yang berada di balik pintu tersebut.
“Mom? Kenapa ada di sini? Bukankah mom ada pekerjaan di London?!” Tanya Danny yang tak bisa menutupi kekagetannya.
“Oh .. Danny dear .. untunglah kau tidak apa-apa. Pasti tadi hanya telepon iseng. Mom hampir saja kena serangan jantung. Well, apa yang sebenarnya terjadi tadi sore Danny?” Tanya ibu Danny.
“Hah?! Danny nggak mengerti apa maksud mom?!” Jawab Danny semakin bingung.
“Apa maksudmu Danny … ? Tadi sore, mom di telpon New York Hospital. Mereka berkata bahwa kamu dalam keadaan koma setelah mengalami kecelakaan! Jadi mom langsung mengambil penerbangan pertama setelah menerima kabar itu. Tetapi syukurlah! Ternyata kau tidak apa-apa Danny!” Pekik ibu Danny lega.
Danny masih mencerna kata-kata yang diucapkan ibunya barusan. Tiba-tiba tubuh Danny membeku. Ia baru menyadari alasan ketidakhadiran gadis itu. Gadis itu dalam keadaan koma!
“Tidak mungkin!” Danny merosot lemah di atas lantai. Tak percaya pada apa yang ia pikirkan barusan.
“Kenapa Danny?” Tanya ibu Danny cemas.
“Mom, Danny harus ke rumah sakit sekarang!”
Dalam sekali sentakan, Danny melesat melewati pintu kamar apartmennya untuk mengambil kunci mobil, kemudian keluar lagi dan meninggalkan ibunya yang masih bingung. Dengan cepat, Danny masuk ke lift dan berlari keluar begitu pintu lift terbuka. Dengan mudah, Danny menemukan mobilnya di tempat parkir dan memacu mobilnya dengan kecepatan 70 km/jam ke arah New York Hospital.
Setelah ia sampai di New York Hospital, ia segera menanyakan nomor kamar Gu Sei Ho dirawat. Tetapi suster yang berada di bagian lobby tidak berhasil menemukannya. Terlalu frustasi, Danny bertanya tentang nama pasien perempuan yang baru masuk rumah sakit itu saat tadi sore karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Suster itu kembali memasukkan data ke dalam komputer di hadapannya untuk mencari nama pasien yang diminta Danny.
“Em .. tadi sore ada seorang perempuan yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun ia bernama … Danny …?” Jawab suster itu ragu-ragu.
Danny paham maksud perkataan ibunya tadi. Rumah sakit tersebut menelepon ibu Danny karena mereka hanya menemukan nomor telepon ibu Danny di handphone milik pasien perempuan tersebut. Jadi mereka mengira nama pasien perempuan tersebut adalah Danny.
“Iya sus, berapa nomor kamar perempuan itu?” Tanya Danny.
“147. Di lantai dua.”
“Terimakasih.”
Danny segera berlari ke ujung lorong, menaiki tangga, kemudian berlari mencari kamar nomor 147. Setelah beberapa kamar Danny lewati, Danny berhasil menemukan kamar yang ia cari.
“Itu dia! 147!” Danny memegang gagang pintu dan menarik napas dalam-dalam. Danny berusaha agar terlihat tegar. Danny memutar gagang pintunya dan pintu terbuka.
Ruangan itu terang. Lampu-lampu berpendar. Di atas kasur, seorang gadis yang Danny kenal beberapa hari lalu terkulai lemah. Di tangan kirinya terdapat selang yang tersambung dengan infus. Kepalanya di perban. Lubang hidungnya dimasuki selang untuk membantunya bernapas. Danny tercekat.
Danny melangkah melewati ruangan itu. Danny merasa tubuhnya dihantam palu. Sangat lemah. Tatapan matanya kosong. Begitu berada di samping gadis itu, Danny menatap wajah gadis itu. Pipinya lebam dan terdapat darah di perban kepalanya.
“Kenapa begini? Padahal aku hanya ingin bertemu lagi denganmu. Kenapa aku harus bertemu denganmu dalam keadaan seperti ini … ?” Rintih Danny sambil memegang tangan kanan gadis itu.
Danny terdiam. Ia mengambil kursi dan duduk disebelah kasur. Tangannya masih menggenggam erat tangan kanan gadis yang bernama Sei Ho itu. Beberapa saat kemudian, Danny tertidur di samping Sei Ho.
Keesokan paginya, Danny terbangun. Ia melihat keadaan Sei Ho. Tidak ada perubahan. Akhirnya Danny memutuskan untuk membeli sarapan terlebih dahulu, karena tadi malam ia belum sempat makan malam. Ia juga akan memberi kabar pada managernya.
“Hari ini aku membatalkan semua jadwal konserku dan tetap berada di sini hingga ia tersadar. Tolong atur ulang jadwalku.” Kata Danny pada managernya lewat telepon umum di rumah sakit.
“Baiklah, Danny. Aku akan segera membatalkan konser-konsermu dan mengatur kembali jadwalmu. Semoga temanmu segera sembuh ya.” Kata manager Danny di telepon.
“Terimakasih banyak karena telah membantuku.” Danny tersenyum. Walaupun ia tahu managernya tidak bisa melihat senyumannya.
“Tentu saja Danny.” Jawab manager Danny.
Setelah menutup telpon, Danny kembali ke kamar Sei Ho. Tidak ada perubahan. Sei Ho tetap terbaring tak bergerak. Danny memandanginya lama sekali, hingga ia memutuskan untuk melihat isi tas milik Sei Ho yang berada di meja samping tempat tidur.
Saat membuka isi tas itu, Danny tertegun. Semua isinya adalah mengenai Danny. Majalah korea-inggris yang membahas Danny, Foto Danny dan dia, handphone milik Danny, dan buku biografi tentang Danny.
“Bisa-bisanya semuanya adalah tentang aku. Itulah sebabnya suster yang ada di rumah sakit ini tidak tahu namamu. Dan akhirnya menggunakan namaku sebagai namamu. Kau hampir membuat ibuku terkena serangan jantung. Huh! Kau benar-benar gadis yang menarik.” Kata Danny tersenyum memandangi wajah Sei Ho.
Danny menaruh tas itu ke tempat semula. Beberapa menit, Danny tetap berdiri di samping tempat tidur Sei Ho dan memandanginya. Kemudian ia berjalan ke arah sofa yang berada beberapa meter dari tempat tidur Sei Ho. Danny membaringkan badannya di sofa dan tanpa sengaja, Danny tertidur kembali.
Sekitar jam 2 siang, Danny terbangun. Danny berjalan pelan ke arah tempat tidur Sei Ho. Danny memandangi wajah gadis itu lama sekali. Tiba-tiba jantung Danny berdebar keras.
Apakah aku tadi salah liat? Sepertinya kelopak mata Sei Ho bergerak?
Tiba-tiba Danny melihat tangan kanan Sei Ho bergerak. Kemudian, mata Sei Ho terbuka perlahan-lahan.
“Sei Ho! Kau sudah sadar?” Senyum lebar terbentuk di wajah Danny karena ia merasa sangat lega.
Sei Ho hanya memandang ke langit-langit. Sesekali ia memejamkan mata. Sepertinya Si Ho masih setengah terjaga.
“Tunggu sebentar ya, aku akan panggilkan dokter.” Kata Danny tersenyum sambil menekan tombol merah di samping tempat tidur Sei Ho.
Sei Ho menoleh pelan ke arah Danny. Danny memandanginya tersenyum.
“Kau tahu? Aku sangat kacau. Belum pernah aku merasa sekacau ini. Aku sangat lega karena kau telah sadar.” Kata Danny pada Sei Ho.
Beberapa saat kemudian, dokter datang dan menutupi Sei Ho dari pandangan Danny. Danny berjalan ke luar dan menelepon managernya.
Setelah berada beberapa hari di rumah sakit, hari ini Sei Ho diperbolehkan pulang. Sebelum mengantarkan Sei Ho ke tempat penginapannya, Danny mengajaknya makan malam.
“Bagaimana perasaanmu Sei Ho? Hari ini kau sudah bisa pulang. Apakah kau mau kembali ke Seoul?” Tanya Danny sambil mendorong kursi roda Sei Ho ke tenpat parkir.
“Iya .. Besok pagi aku akan pulang ke Seoul. Disini aku sudah banyak merepotkanmu.” Jawab Sei Ho.
Danny memandangi wajah Sei Ho.
“Kenapa?” Tanya Sei Ho merasa canggung.
“Em, bagaimana kalau kita makan malam terlebih dahulu sebelum pulang?”
“Baiklah.”
Tidak ada percakapan di antara mereka selama perjalanan menuju restoran. Danny memilih restoran di St. Lavoue. Restoran itu menyajikan berbagai macam makanan korea.
“Wah .. ternyata ada tempat makan seperti ini ya di New York?” Tanya Sei Ho takjub.
“Tentu saja. Apa makanan korea kesukaanmu?” Tanya Danny.
“Ah, aku suka kimchi.” Jawab Sei Ho.
“Baiklah, aku akan pesankan kimchi untukmu. Duduklah disini dulu.” Kata Danny sambil menarik kusi dari bawah meja.
Sei Ho duduk dan memandangi Danny yang berjalan ke tempat pemesanan makanan. Setelah memesan makanan, Danny kembali dan duduk di kursi yang berada di depan Sei Ho.
“Sei Ho, bagaimana kamu bisa mengalami kecelakaan?” Tanya Danny ingin tahu.
“Sore itu …” Sei Ho mengulang kembali ingatannya mengenai kecelakaan yang ia alami “Saat aku akan pergi ke New York Mall, aku menyebrang jalan tanpa menunggu lampu hijau. Dan … well, aku tidak tahu kalau ada mobil yang melaju kencang. Aku tidak sempat menghindar, dan akhirnya …” Sei Ho tak melanjutkan kata-katanya.
Danny memandangi wajah Sei Ho.
“Kau tahu? Aku sangat kaget mendengar berita itu. Orang-orang akan berkata apa kalau tahu kejadian itu? Seorang idola menyebabkan penggemarnya mengalami kecelakaan. Bisa-bisa aku akan jadi tersangka dan masuk penjara.” Kata Danny setelah berpikir.
“Ah, maafkan aku … aku tak bermaksud seperti itu. Maafkan aku. Aku yang bersalah, kalau kau mau, kau boleh menghukumku. Maafkan aku …” Kata Sei Ho merasa bersalah.
Danny memutar kedua bola matanya. “Benarkah aku boleh menghukummu?”
Sei Ho mempertimbangkan kembali jawaban yang akan ia katakan. “Ba … baiklah, tapi jangan terlalu keras ya …” Jawab Sei Ho takut.
Danny memajukan badannya dan memegang tangan Sei Ho. Sei Ho memejamkan mata erat-erat.
“Sudah.” Kata Danny.
Sei Ho membuka mata. “Hah? Kok gak sakit?”
Danny tersenyum dan memandangi tangan Sei Ho yang masih di dalam genggamannya. Sei Ho mengikuti arah mata Danny dan melihat tangannya. Di jari manis tangan Sei Ho terdapat sebuah cincin perak berhias bunga.
“Danny-ssi … ?!” Sei Ho mengangkat tangannya. “A, Apa ini?” Kata Sei Ho yang tidak bisa menyembunyikan kekagetannya.
“Aku rasa ini terlalu cepat. Tapi aku rasa akan lebih baik jika aku memberikan ini padamu sebelum kamu pulang ke Seoul.” Kata Danny “Baru kali ini aku mencemaskan seseorang sebesar ini. Aku memang baru beberapa hari mengenalmu. Tapi aku selalu merasa nyaman saat menghabiskan waktu bersamamu. Kurasa itu adalah alasan yang cukup untuk memintamu menjadi pacarku.” Lanjut Danny.
Sei Ho hanya memandangi Danny tak percaya. Sei Ho tidak percaya bahwa seseorang yang ia idolakan selama ini memintanya untuk menjadi pacarnya.
“Apakah Danny-ssi serius? Aku hanya orang biasa. Bukan artis, bukan orang terkenal. Aku hanya penggemarmu.” Kata Sei Ho.
“Aku menyukaimu. Itu alasan yang cukup bukan?” Tanya Danny.
Sei Ho tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya memandangi cincin yang melingkar di jari manisnya. Tiba-tiba Danny memegang tangan Sei Ho. Menutupi cincin yang ada di jari manis Sei Ho. Sei Ho mengangkat wajahnya.
Danny memandangi Sei Ho sambil tersenyum
“Oppa, sarang hae …” Kata Sei Ho memberanikan diri.
“Ha? Sarang hae?” Tanya Danny tidak mengerti.
“Aku menyukaimu.” Kata Sei Ho.
Danny tersenyum.
“Aku juga” Jawab Danny. “Ah iya, kau harus berjanji satu hal padaku.” Lanjut Danny.
“Apa itu?” Tanya Sei Ho.
“Jangan ulangi perbuatan beberapa hari yang lalu, okay? Aku bisa gila kalau sampai hal itu terjadi lagi.” Kata Danny.
“I am promise.” Jawab Sei Ho tersenyum sambil mengangkat tangannya dan membentuk huruf V.
Percakapan mereka terhenti karena pelayan datang untuk mengantarkan makanan yang mereka pesan. Sei Ho tersenyum dan segera menyantap kimchi yang telah Danny pesankan untuknya.
“Apakah kamu mau mencobanya?” Sei Ho menawari Danny.
“Ah .. Penuh dengan sawi.” Jawab Danny mengerutkan kening.
“Cobalah dulu. Kau harus terbiasa dengan makanan korea, karena aku akan sering memakannya.” Kata Sei Ho.
“Baiklah, karena mulai sekarang pacarku adalah orang korea, maka aku juga akan mencoba makan makanan korea.” Jawab Danny sambil mengambil sendok.
Danny mencoba kimchi yang Sei Ho tawarkan.
“Ternyata tidak seburuk dugaanku” Kata Danny sambil tersenyum.
Sei Ho tersenyum.
Setelah makanan yang mereka pesan habis, Danny membayar ke kasir. Saat perjalanan pulang, Danny menghentikan mobilnya di bandara untuk memesan tiket pesawat untuk perjalanan ke Seoul.
“Ini tiket pesawat untuk pulang ke Seoul.” Kata Danny saat kembali ke mobil tempat Sei Ho menunggunya.
“Terimakasih Danny-ssi. Eh, tunggu sebentar! Kenapa ada dua tiket?”
“Karena aku juga ingin tahu kota asalmu.” Jawab Danny
“Benarkah? Besok kamu juga akan ikut ke Seoul bersamaku?” Tanya Sei Ho.
“Selalu saja terkejut.” Danny memutar bola matanya. “Aku akan ikut bersamamu. Disini tidak akan ada yang bisa menerangi hari-hariku.” Jawab Danny asal.
Sei Ho tertunduk malu.
“Baiklah, apakah sekarang kamu sudah siap untuk pulang?” Tanya Danny.
“Iya, ayo kita pulang!” Jawab Sei Ho tersenyum.
Danny memandangi Sei Ho dan tersenyum puas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar